Manis Pahitnya Profesi Sebagai Wartawan

 Manis Pahitnya Profesi Sebagai Wartawan

A journalist working late at night on a laptop, surrounded by notes and coffee, with a clock showing 11:30 PM, highlighting the dedication of the profession.
A journalist working late at night on a laptop, surrounded by notes and coffee, with a clock showing 11:30 PM, highlighting the dedication of the profession.

Beritaviralonline.blogspot.com

Jam menunjukkan pukul 23.30 WIB. Andi masih terjaga di depan laptopnya, berusaha menyelesaikan artikel tentang demonstrasi yang terjadi siang tadi. Deadline mengejar, editor sudah menagih berkali-kali. Secangkir kopi yang ketiga menemani malamnya yang panjang.

Beginilah keseharian Andi sebagai seorang wartawan di salah satu media online nasional. Profesi yang awalnya dia impikan sejak kuliah, kini telah menjadi rutinitas yang menguji mental dan fisiknya setiap hari.

"Dulu waktu masih kuliah, aku pikir jadi wartawan itu keren. Bisa ketemu banyak orang penting, dapat akses ke berbagai acara eksklusif. Tapi ternyata tidak sesederhana itu," ungkap Andi sambil tersenyum getir.

Pekerjaan wartawan memang penuh tantangan. Kadang harus berhadapan dengan situasi berbahaya saat meliput konflik atau demonstrasi. Belum lagi tekanan dari berbagai pihak yang mencoba mempengaruhi objektivitas berita. Ancaman dan intimidasi bukan hal asing bagi para jurnalis seperti Andi.

Namun di balik pahitnya profesi ini, ada kepuasan tersendiri yang tidak bisa dibeli dengan uang. Ketika sebuah artikel investigasinya berhasil membongkar kasus korupsi, atau ketika tulisannya mampu menggerakkan bantuan untuk korban bencana alam, Andi merasa semua jerih payahnya terbayar lunas.

"Yang bikin bertahan itu ketika ada pembaca mengirim pesan, berterima kasih karena artikel kita membantu mereka mendapatkan informasi penting. Atau ketika liputan


Yang bikin bertahan itu ketika ada pembaca mengirim pesan, berterima kasih karena artikel kita membantu mereka mendapatkan informasi penting. Atau ketika liputan kita berhasil membuka mata publik tentang isu-isu yang selama ini tersembunyi," jelas Andi.

Meski gajinya tidak seberapa dibanding profesi lain, Andi tetap mencintai pekerjaannya. Baginya, menjadi wartawan bukan sekadar mencari nafkah, tapi juga mengemban tanggung jawab sosial untuk mengawal demokrasi dan memberi suara bagi mereka yang tak berdaya.

"Kalau bukan kita yang memberitakan kebenaran, siapa lagi?" ujarnya dengan mata berbinar penuh semangat.

Setiap hari Andi terus berjuang menjalankan tugasnya sebagai wartawan. Meski lelah dan kadang putus asa, tekadnya untuk menghadirkan jurnalisme berkualitas tak pernah surut. Karena baginya, ini bukan sekadar profesi, tapi juga panggilan hidup.


penulis:junaidi 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lembaga AR Learning Center

HATI YANG LUKA

Resiko Kesehatan Kebiasaan Minum Teh Botol